วันอังคารที่ 2 กรกฎาคม พ.ศ. 2556

PETIKAN HIKMAH ISRA’ DAN MI`RAJ

PETIKAN HIKMAH ISRA DAN MI`RAJ
Oleh :  A. Biara
Pada  27 Rajab umat Islam memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Salah satu mukjizat Nabi SAW berupa perjalanan malam hari dari Masjid Haram ( Makkah) ke Masjid Aqsha (Palestina) dilanjutkan dengan “naik” ke Sidratul Muntaha menghadap Allah SWT. Dalam Alquran, peristiwa itu disebutkan dalam dua ayat.
Peristiwa Isra’ disebutkan dalam QS. Isra: 1, ‘‘Mahasuci Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada waktu sebagian dari malam hari dari masjid Al-Haram ke masjid Al-Aqsha yang telah Kami beri berkah sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami…”
Sedangkan peristiwa Mi’raj disebutkan dalam QS. An-Najm: 13-18: ”Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muhtaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.’‘
Tujuan Isra Mi’raj adalah untuk memperlihatkan sebahagian bukti atau tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT (QS. 17:1) serta untuk menguji keimanan manusia (QS. 17:60).
Di kalangan ulama muncul pendapat, tujuan Isra’ Mi’raj adalah lit-tatsbit (untuk memantapkan atau mengukuhkan Nabi SAW dalam kedudukan kenabian dan kerasulannya), lit-takrim (untuk memuliakan Nabi SAW sebagai makhluk pilihan Allah SWT), dan listi’dalil quwah (untuk mempersiapkan keknatan jasmaniah, ruhaniah, dan aqliah Nabi SAW dalam menjalankan tugas-tugas kenabian dan kerasulannya).
Sebelum Isra’ Mi’raj, keadaan dan kedudukan  Nabi SAW sangat memprihatinkan kerana wafatnya paman beliau, Abu Thalib, dan istri beliau, Siti Khadijah. Padahal, keduanya merupakan pelindung dan pendukung utama Nabi SAW dalam mengemban risalah Islam. Dengan Isra’ Mi’raj, keimanan atau kekuatan ruhaniah beliau bertambah kuat. Keganasan, dan kekerasan umat yang didakwahnya dihadapi dengan kesabaran yang luar biasa, kerana yakin akan perlindungan Allah SWT dan kebenaran risalah yang dibawanya.
Petikan hikmah
Pertama, diriwayatkan, sebelum Isra Mi’raj, Nabi SAW “dibedah” oleh malaikat untuk membersihkan jiwanya dari sifat-sifat buruk. Itu menunjukkan, sebelum menghadap Allah SWT untuk menjalankan ibadah, kita harus membersihkan dulu jiwa-raga kita, niat-hati dan jasmani, dari segala kotoran atau najis, dari niat yang tidak ikhlas, dan dari pemahaman-pemahaman yang sesat. Ibadah akan tidak sah bila niat kita tidak ikhlas, dinodai bid’ah atau tidakdidasari ilmu (QS. Al-Bayyinah: 5, Al-Hajj: 37, Al-Isra: 36 & 84, Al-Ma’un: 6).
Kedua, ketika Abu Thalib dan Siti Khadijah meninggal dunia, Nabi SAW merasa sedih luar biasa, sehingga tahun itu dinamakan Amul Hazn (Tahun Kesedihan). Itu menunjukkan, dalam berdakwah orang perlu pelindung, pendukung. Siti Khadijah merupakan simbol seorang istri atau wanita yang menunjang perjuangan suami dalam berdakwah.
Ketiga, salah satu tempat yang terkait dengan Isra’ Mi’raj adalah Masjid Aqsha. Setidaknya, peringatan Isra’ Mi’raj kali ini dapat kita bangkitnya semangat kepedulian terhadap nasib Al-Aqsha dan Muslim Palestin.
Keempat,  dan merupakan yang terpenting dalam peristiwa ini ialah .solat. Solat adalah satu-satunya kewajiban dan menjadi kebutuhan umat Islam yang amar-nya diturunkan langsung oleh Allah SWT. Hal itu menunjukkan betapa tingginya kedudukan ibadah solah. Wajar, kalau kemudian solat, sebagaimana tersebut dalam sejumlah hadis Nabi SAW, merupakan “tiang agama”, akan runtuh keislaman seseorang jika meninggalkan atau tidak mendirikan solat. Sebab, solat merupakan penentu diterima-tidaknya amal saleh seseorang serta menjadi ibadah paling utama dalam Islam. Solat juga merupakan amal perbuatan yang pertama kali dihisab di akhirat dan menentukan baik-buruknya amal seseorang.
Solat merupakan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan, pembeza antara umat Islam dan kafirin, penentu kebaikan dan keburukan amal seseorang (QS. 29: 45, 70: 19-23), dan merupakan cermin akidah Islam (tauhid).
Pada bulan Rajab, khususnya peringatan Isra’ Mi’raj, seharusnya kita bermuhasabah solat kita selama ini: sudahkah dilaksanakan sesuai sunnah Rasul? Sudah pahamkah kita akan makna bacaan dan gerakan solat? Sudah khusyukah solat kita selama ini
Selain itu, dalam Alquran setidaknya disebutkan tiga golongan mushali atau orang yang solat. Yaitu, : khasyi’un, sahun, dan yuraun. Cubalah Kita usaha diri kita, termasuk kelompok manakah kita?
Golongan khasyi’un (adalah mereka yang mendirikan solat dengan sungguh-sungguh (khusyu’), mengetahui  cara dan rukun solat, ikhlas dalam mendirikannya, menjadikan solat sebagai kebutuhan, serta mengamalkan apa yang diucapkannya dalam shalat dalam kehidupan sehari-hari. Kerananya, solat golongan ini berpengaruh terhadap perilakunya, yaitu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar (QS. 29: 45).
Golongan sahun (QS. 107:5) adalah mereka yang melakukan solat dengan lalai, sering (atau sengaja) lupa kerana tidak merasakannya sebagai kebutuhan, dan menganggap solat sebagai beban.
Sedangkan golongan yuraa’un (QS. 107: 6) adalah mereka yang melakukan solat dengan niat yang tidak ikhlas, ibadah solatnya ternodai perasaan atau keinginan dipuji atau dilihat orang lain. Justeru itu, dalam satu ayat qur’an Allah berfirman “ Neraka waill bagi mereka yang bersolah”. Semoga amalan solat kita terjauh dari hal-hal ini. 

ไม่มีความคิดเห็น:

แสดงความคิดเห็น