วันเสาร์ที่ 4 พฤษภาคม พ.ศ. 2556

“Hakikat Tawakal”

“Hakikat Tawakal”
Oleh : A.Biara
Suatu hari, seorang lelaki Badui datang ke masjid menunggangi kuda. Sesampainya di Masjid, ia menghadap Rasulullah SAW tanpa mengikat kudanya.
Ketika ditanyakan hal itu kepadanya, lelaki itu berkata, "Aku sudah bertawakal kepada Allah." Atas hal ini, Rasulullah SAW pun berkata, "Ikatlah kudamu, kemudian bertawakallah kepada Allah." (HR Tirmidzi).
Pesan penting ini disampaikan Rasulullah SAW untuk membuka pemahaman kita akan makna penting dari tawakal.
Tawakal yang seharusnya mendasari segala kegiatan orang-orang beriman dan menjadi landasan bagi mereka yang senantiasa berserah diri kepada Allah SWT.
Inilah salah satu seruan  Rasulullah SAW kepada umatnya untuk bertawakal hanya kepada pencipta kehidupan ini. "... dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal." (QS Ibrahim: 11).
Permasalahannya, banyak di antara kita yang sering misunderstanding (salah faham) dalam menafsirkan dan menggunakan bentuk tawakal tersebut.
Banyak orang yang mengaku bertawakal kepada Allah SWT dalam setiap urusannya, namun mereka tidak atau belum melakukan usaha atau ikhtiar. Dan ketika terjadi kegagalan, mereka menyalahkan takdir atau ketentuan yang mereka terima.
Banyak manusia yang condong mengutamakan pasrah tanpa usaha sebagai bentuk tawakal mereka. Mereka menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT tanpa ada usaha untuk menyelesaikannya.
Misalnya, seorang hamba berzikir dan berdoa kepada Allah SWT dengan sepenuh hatinya ketika dia mendapati kesulitan membayar utangnya. Dia berharap karunia Allah secara tiba-tiba. Namun, dia tak punya usaha untuk menyelesaikan utangnya itu.
Tawakal bukan berarti meniadakan usaha, harus ada kerja nyata dan kesungguhan dalam mewujudkan cita-cita. Apabila bekerja harus ada usaha dalam mencapai hasil kerja yang terbaik, meski untuk hasilnya hanya Allah SWT yang menentukan.
Sekelompok semut pun harus bekerja sama mengangkat makanan cadangan untuk disimpan, meskipun  mereka mendapatkan makanan itu dari tempat yang sangat jauh. Demikian juga dengan seekor merpati yang harus terbang lagi mencari makan, walaupun tuan pemiliknya telah meletakkan makanan di depan kandangnya.
Demikianlah sebagai kiasan pada orang-orang yang bertawakal dengan sesungguhnya. Tawakal yang tidak menjadikan seseorang berdiam diri dalam menunggu takdir. Tawakal menuntut kita untuk berusaha sekuat-kuatnya disamping mengharap rida Allah SWT.
"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepadamu, sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada burung yang berangkat di pagi hari dalam keadaan lapar, lalu pulang di sore hari dalam keadaan kenyang." (HR Tirmidzi).
Rasulullah SAW sangat menganjurkan kepada umatnya untuk bekerja keras dan tidak sekadar bergantung pada doa. Rasulullah juga mengimbau kaum Muslim untuk mencari rezeki tanpa putus asa dan menyerahkan apa pun hasilnya kepada Allah SWT. "... Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya..." (QS ath-Thalaq ayat 3.)  
  

“Tanda-tanda Orang Celaka dan Bahagia”

“Tanda-tanda Orang Celaka dan Bahagia”
Oleh :  A.Biara
Imam Nawawi Al-Bantani seorang ulama termashur dari Banten Indonesia menyebutkan bahawa Rasulullah saw. bersabda, “Tanda orang celaka ada empat yaitu : pertama, melupakan dosa-dosa masa lalu padahal semuanya sudah tercatat di sisi Allah SWT.

Kedua, mengenang kebaikan di masa lalu padahal belum tahu diterima Allah atau tidak.

Ketiga, Dalam urusan dunia selalu memandang ke yang lebih atas. Keempat, dalam urusan agama selalu memandang ke yang lebih rendah.
Kemudian disebutkan pula, tanda orang bahagia juga ada empat. Pertama, mengingat dosa-dosa yang telah lalu. Kedua, melupakan kebaikan yang pernah ia lakukan.

Ketiga, dalam urusan agama senang melihat kepada orang yang lebih tinggi (dalam ibadah dan ketaatannya kepada Allah). Keempat, dalam urusan dunia senang melihat kepada orang yang lebih rendah (sehingga mendorongnya untuk lebih mensyukuri nikmat-Nya).”

Marilah kita merenung, di manakan kita  di antara kedua tanda tersebut? Apabila kita lebih cenderung kepada sifat-sifat yang celaka maka tidak ada salahnya untuk mengakui. Kerana pengakuan adalah tahap  awal untuk memperbaiki diri.

Tanda celaka yang pertama adalah melupakan dosa-dosa yang telah lalu. Kita sebagai manusia yang seringkali lalai, bukan saja melupakan dosa yang telah lalu bahkan kita acapkali tidak menyadari bahwa apa yang kita lakukan menambahkan dosa kita.

Atau malah  kita sudah tahu bahwa yang kita lakukan adalah dosa, namun tetap sahaja kita melakukannya. Seakan-akan kita memandang rendah balasan yang pasti akan kita terima di akhirat. Maka, mengingat dosa akan menghentikan niat buruk kita sekaligus menjadi semangat dalam menambahkan pahala.

Tanda celaka kedua adalah mengenang kebaikan di masa lalu. Adanya perasaan ini di dalam hati manusia adalah bukti nyata tentang tipudaya syaitan. Syaitan pernah berjanji untuk selalu menggoda manusia yang disebutkan Allah dalam banyak ayat, salah satunya dalam surat Al-A’rof : 17. “Kemudian saya akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”

Ketika manusia akan melakukan kebaikan, syaitan dengan berbagai caranya menggoda manusia untuk gagal melakukannya. Namun ketika manusia berhasil mengalahkan bisikan syaitan dengan tetap melakukan kebaikan, syaitan menggoda manusia dengan cara yang lain. Dibisikkanlah ke dalam hati manusia rasa bangga dengan kebaikannya. Sehingga muncullah bangga diri. Muncullah rasa lebih baik daripada orang lain. 


Dalam hal ini, menyadari bahwa amalan kita belum tentu diterima Allah memiliki peranan penting dalam menundukkan rasa ujub dan takabbur.

Tanda celaka ketiga adalah dalam urusan dunia selalu memandang kapada yang lebih atas. Sehingga jiwa tidak tenang dan selalu merasa kurang. Yang teringat hanyalah kekurangan dan serba kekurangan. Padahal, nikmat dari Allah adalah tidak terkira. “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). QS. Ibrahim : 34.

Dan yang tanda celaka yang terakhir adalah dalam urusan ibadah selalu melihat kepada yang lebih rendah. Orang yang seperti ini akan menjadi orang sombong yang merasa telah melakukan banyak. Padahal kita tidak tahu apakah amal kita diterima Allah atau tidak. Maka, semoga kita dapat menjauhi tanda celaka dan mengamalkan tanda bahagia.
Wallahua’lam.

วันศุกร์ที่ 3 พฤษภาคม พ.ศ. 2556

“Godaan Harta”

“Godaan Harta”
Oleh : A.Biara
Pemberian Allah SWT berupa makanan, harta benda, kedudukan, anak, dan semisalnya merupakan ujian bagi manusia.  Allah berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 28 yang artinya : “Dan ketahuilah, harta-harta kalian dan anak-anak kalian itu tidak lain hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”

Nabi SAW bersabda : “
Sesungguhnya pada setiap umat ada fitnah dan fitnah umat-Ku adalah harta.” Hadis riwayat at-Tirmidzi
Godaan harta ini akan datang dari berbagai sisi. Antara lain dari cara mencarinya. Allah SWT mensyariatkan berbagai cara dalam mendapatkan harta, yang semuanya dibangun di atas keadilan dan jauh dari perbuatan zalim, perbuatan jahat atau menyakiti orang lain.

Maka, Orang-orang yang bertakwa kepada Allah SWT, tentu senantiasa memperhatikan batasan-batasan syariat dalam mendapatkannya. Jauh dari perkara riba, judi, dan bentuk-bentuk kezaliman lainnya, yang semuanya termasuk dalam bentuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil.

Allah SWT mengingatkan kita dalam surat An-Nisa ayat 29 yang artinya : “
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan dengan suka sama suka di antara kalian.”

Godaan harta ini juga datang dari sisi perhatian dan keinginan seseorang terhadapnya. Sehingga sebagian orang ada yang keinginannya terhadap harta membuat dirinya bernafsu terhadapnya. Hal ini membuat kesibukannya hanyalah mencari harta.

Mulai kegiatannya setelah bangun tidur sampai kembali ke rumahnya untuk beristirahat, yang dipikirkannya hanyalah harta. Di saat duduk, berdiri, maupun berjalan, yang ada di hatinya hanyalah mencari harta. Bahkan saat tidur pun yang diimpikan adalah mencari harta. Lebih dari itu, saat shalat pun pikirannya dipenuhi dengan harta. Seakan-akan dirinya diciptakan untuk sekadar mencari harta.

Padahal dengan perhatian dan keinginan yang berlebihan hingga melalaikan akhirat seperti itu, seseorang tidak akan mendapatkan rezeki kecuali yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk dirinya.

Orang yang demikian, tentunya orang yang tertipu serta terjatuh pada godaan dunia. Sehingga tumpuan seluruh pikiran dan kesibukannya untuk harta. Dia menjadikan dunia bersemayam di hatinya sehingga lupa dari beribadah kepada Allah Ta’ala.

Godaan harta juga akan muncul dari sisi penggunaannya. Dari sisi ini, kita dapatkan sebagian orang yang berharta memiliki sifat kedekut sehingga tidak mau mengeluarkan zakatnya, tidak mau menjalankan kewajiban berinfak kepada kerabatnya yang wajib untuk dibantu.

Sedangkan sebagian yang lainnya justru mengeluarkan hartanya tanpa ada perhitungan serta dihambur-hamburkan sia-sia. Padahal Allah Ta’ala menyebutkan di dalam surat Al-Isra : 27-27 yang artinya :

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat haknya (mereka), (begitu pula) kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) sia-sia. Sesungguhnya orang-orang yang menghambur-hamburkan hartanya sia-sia adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.”

Kerana itu, siapa pun di antara kita harus hati-hati dan senantiasa takut terkena godaan harta ini. Betapa banyak orang yang lebih berilmu dari kita, terjatuh pada penyimpangan-penyimpangan karena godaan ini. Bahkan ada pula orang yang dahulunya istiqamah membela agama Islam dan melawan kebatilan, namun kala tergoda harta, kemudian terjatuh pada penyimpangan-penyimpangan.

Hal itu di antaranya disebabkan oleh ketidakhati-hatian serta perasaan aman dari bahaya godaan harta. Padahal harta secara umum akan menarik pemiliknya untuk memenuhi keinginan-keinginan syahwatnya.

Akibat memenuhi keinginannya, seseorang akan terseret hidup bermewah-mewah yang kemudian membuat dirinya sombong dan angkuh. Akhirnya membuat dirinya tidak peduli dengan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala.
Na'udzubillah.

“Empat Wasiat Ali Bin Abi Thalib”

“Empat Wasiat Ali Bin Abi Thalib”
Oleh: Biara

Ya Bunayya, ihfaż ‘anni arba’an wa arba’an la yadurruka ma ‘amilta ma’ahunna, aghna al-ghina al’aqlu, wa akbaru al-faqru al-hamqu, wa awhasyu al-wahsyati al-‘ajabu, wa akbaru al-hasabi husnu al-khuluqi

Sayyidina Ali bin Abi Tholib, sahabat sekaligus menantu Rasulullah saw mewasiatkan empat hal kepada putranya Hasan RA untuk senantiasa diingat dan dijadikan pegangan dalam kehidupannya.

Yang pertama adalah bahawa paling berharganya kekayaan adalah akal dan bukan harta benda ataupun yang lainnya. Karena dengan akal, manusia dapat mencapai apa yang menjadi keinginannya dan dengan akal pula manusia akan mendapatkan harta kekayaan atau bahkan kehormatan. Tanpa akal, manusia tidaklah bererti. Akal pulalah yang menjadi pembeza antara manusia dengan binatang.

Wasiat yang kedua disebutkan paling besarnya kefakiran adalah kebodohan. Kebodohan bukan sahaja tidak adanya kecerdasan ataupun kepintaran dalam diri seseorang, akan tetapi orang yang tidak menggunakan akalnya dengan baik dan untuk perkara yang baikpun merupakan sebuah kebodohan.
Kita tahu zaman jahiliyah dahulu kala, disebut jahiliyah bukan kerana masyarakatnya yang bodoh akan tetapi lebih pada orang-orang yang tidak mau mengakui kebenaran Rasulullah padahal akal mereka membenarkannya. Seseorang yang “bodoh” tidak akan dianggap berharga dalam kehidupan bermasyrakatnya.

Wasiat yang ketiga adalah kesombongan. Sifat sombong tentunya tidak disukai oleh siapapun. Oleh karenanya seseorang dengan sifat sombong tidak akan disukai dan bahkan akan dijauhi oleh orang lain. Hal ini dikeranakan orang sombong akan susah untuk dapat menghargai orang lain. Dia hanya dapat melihat kelebihannya sendiri tanpa menyadari kekurangan yang ada pada dirinya, dan sebaliknya dia selalu melihat kekurangan orang lain, tanpa melihat kelebihannya.

Dan wasiat keempat yang disampaikan Sayyidina Ali kepada putranya adalah paling besarnya kemuliaan seseorang itu terletak pada keindahan budi pekertinya. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhori disebutkan bahwa Rasulullah saw diutus ke muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Ini membuktikan betapa penting dan mulianya orang yang berakhlak dan berbudi baik. Masih banyak orang yang meyakini bahwa kehormatan atau kemuliaan itu boleh didapat oleh sebab kekayaan, kecerdasan dan keturunan. Mereka tidak sadar jika kekayaan ataupun kecerdasan yang tidak diimbangi dengan akhlak yang baik  akhirnya dapat menjatuhkan diri mereka sendiri ke dalam  kehinaan.

Maka, jika kita dapat menjaga empat hal tersebut, insyaallah kehidupan kita akan aman dan tentram.

Jadilah orang yang cerdas (berakal), dan janganlah jadi orang yang bodoh. Akan tetapi, meskipun engkau dikaruniani Allah kecerdasan dan akal yang sempurna, janganlah menjadi orang yang sombong, tetapi tetaplah menjadi orang yang berbudi pekerti yang mulia. 

‘Berbakti kepada Dua Ibu-Bapa’

‘Berbakti kepada Dua Ibu-Bapa
Oleh W.Erfan
        إنَّ الحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إلَيْهِ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِ فَلَا هَادِيَلَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا. أشْهَدُ أنْ لَا إلهَ إلّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا وحبيبنا المصطفى محُمَّدٍ وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ اجمعين.
          أَمَّا بَعْدُ، فيا أيهاالمسلون، اتقوا الله تعالى وأطيعوه وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِيْنَ لله قانتين لعلكم تفلحون. قال تعالى: يَأيُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُونَ .
 
Saudara beriman yang di kasihi sekelian!
            Bertakwalah kamu kepada Allah s.w.t. dengan mengerjakan perkara yang di suruhNya dengan sepenuh-penuhnya, dan jauhilah akan perkara yang di larangkanNya yang di tegaskan di dalam al-Qur’anul-karim.
            Orang Islam yang baik itu ialah mereka yang selalu ada sifat benar didalam pendiriannya, kasih di dalam kebenaran dengan tikah-laku dan hati di dalam perkataan perbuatan. Kebenaran membawa kepada jalan yang baik dan perkara yang baik membawa menuju kesyurga. Syurga adalah perkara yang di cita-cita yang tinggi sekali oleh setiap orang Islam. Kebenaran bukanlah sahaja ia sebagai perbuatan yang baik, bukanlah ia adalah kebaikan yang bertuah yang mana setiap orang Islam pasti adanya sahaja, tetapi ia adalah satu perkara untuk menambahkan keimanan juga. Allah s.w.t. menyuruh supaya kita beriman dengan kebenaran dan Allah s.w.t. memuji orang yang ada sifat tersebut sebagaimana firman

Sidang jumaat yang di muliai Allah sekelian!
            Tajuk khutbah pada kali ini ialah berbakti dan berbuat baik kepada dua ibu-bapa, ketahuilah bahawa Allah Ta’ala telah memerintahkan kita supaya berbuat baik kepada dua ibu-bapa serta melarang keras menderhakainya sebagaimana Allah berfirman di dalam kitabNya dalam surah al-Taubah ayat:119
Maksudnya: “Wahai orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah s.w.t. dan hendaklah kamu berada bersama orang-orang yang benar”
Dan firmanNya lagi dalam surah al-Ahzab ayat 23
Maksudnya: “Orang lelaki yang bersifat benar menunaikan apa yang di janjikannya kepada Allah s.w.t.”
            Berpegang teguh diatas kebenaran dan kesucian hati menjadi ijabiyah bagi mereka yang ada kebaikan yang bertuah ini, seperti:
-          Tenang hati, tidak bergupuh-gapah dan tidak berkeliru. Sebagaimana hadith Rasulullah s.a.w.
            Ertinya: “Kebenaran itu adalah tenang”
-          Ada keberkatan dan menambahkan rezki. Sebagaimana kata orang “Orang yang benar makan tidak habis, tetapi orang yang menipu makan tidak lama”.
-          Mendapat peringkat yang tinggi di dalam syahid, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w.
Maksudnya: “Sesiapa yang berminta daripada Allah s.w.t. supaya menjadi syahid dengan kebenaran, maka Allah s.w.t. akan menyampaikannya keperingkat syahid walaupun ia mati diatas tempat tidurnya”.
-          Mendapat keselamatan daripada perkara yang tidak baik.

Saudara yang beriman sekelian!
Kebaikan pada kebenaran itu kita boleh dilakukan dengan berbagai-bagai cara
  1. Benar dalam percakapan
  2. Benar di dalam pekerjaan dan perhubungan dengan orang lain
  3. Benar di dalam niat
  4. Benar di dalam perjanjian, tidak berdusta
  5. Benar di dalam tikah-laku
           
            Dan satu perkara yang penting lagi bagi orang Islam supaya ia mengambil berat dan selalu berusaha di dalam memeriksai atau membuat kajian natijah bagi dirinya ialah percakapannya pastilah betul dengan perbuatannya. Orang Islam tidak buat sesatu perkara bergelidang dengan percakapannya, lebih-lebih lagi ketua pemerintah di dalam masyarakat, samada ia adalah ketua di dalam hal keamanan, politik, pemerintahan, pelajaran ataupun ketua keluarga yang mana ia adalah yang sangat penting sekali. Percakapan ketua di setiap peringkat membuktikan kepada dirinya dan pengikutnya. Sekiranya ketua yang tersebut tidak ada sifat kebenaran di dalam percakapannya atau perbuatannya seperti cakap yang lain dan buat yang lain, maka ia akan hilang perasaan taruh harapan terhadapnya, dan akhirnya menggungjangkan peringkatnya. Dan sekiranya ia adalah ketua keagamaan maka ia akan di gelarkan dengan ketua yang palsu oleh kerana pandai nengajar orang lain tetapi dirinya sendiri tidak buat. Tetapi sekiranya ia adalah ketua dalam politik maka ia adalah pemerintah yang menipu rakyat, menjadi ahli politik yang berputar-belik, dan sekiranya ia adalah ketua di dalam keluarga maka ia adalah acuan yang rosak. Oleh itu, saudara yang beriman sekelian letakkanlah diri kamu diatas kebenaran dan kesucian. Selalulah mengkajikan diri kita supaya bersecucak dengan percakapan, semoga kita dapat di gelarkan dengan nama as-sodiq iaitu orang yang mempunyai kebenaran terhadap Allah s.w.t.


    بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُم فِى القُرآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَإيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إنَهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ. وَأسْتَغْفِرُاللهَ العَظِيْمَ لِىْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤمِنِيْنَ وَالمُؤمِنَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيْم.