วันศุกร์ที่ 3 พฤษภาคม พ.ศ. 2556

“Empat Wasiat Ali Bin Abi Thalib”

“Empat Wasiat Ali Bin Abi Thalib”
Oleh: Biara

Ya Bunayya, ihfaż ‘anni arba’an wa arba’an la yadurruka ma ‘amilta ma’ahunna, aghna al-ghina al’aqlu, wa akbaru al-faqru al-hamqu, wa awhasyu al-wahsyati al-‘ajabu, wa akbaru al-hasabi husnu al-khuluqi

Sayyidina Ali bin Abi Tholib, sahabat sekaligus menantu Rasulullah saw mewasiatkan empat hal kepada putranya Hasan RA untuk senantiasa diingat dan dijadikan pegangan dalam kehidupannya.

Yang pertama adalah bahawa paling berharganya kekayaan adalah akal dan bukan harta benda ataupun yang lainnya. Karena dengan akal, manusia dapat mencapai apa yang menjadi keinginannya dan dengan akal pula manusia akan mendapatkan harta kekayaan atau bahkan kehormatan. Tanpa akal, manusia tidaklah bererti. Akal pulalah yang menjadi pembeza antara manusia dengan binatang.

Wasiat yang kedua disebutkan paling besarnya kefakiran adalah kebodohan. Kebodohan bukan sahaja tidak adanya kecerdasan ataupun kepintaran dalam diri seseorang, akan tetapi orang yang tidak menggunakan akalnya dengan baik dan untuk perkara yang baikpun merupakan sebuah kebodohan.
Kita tahu zaman jahiliyah dahulu kala, disebut jahiliyah bukan kerana masyarakatnya yang bodoh akan tetapi lebih pada orang-orang yang tidak mau mengakui kebenaran Rasulullah padahal akal mereka membenarkannya. Seseorang yang “bodoh” tidak akan dianggap berharga dalam kehidupan bermasyrakatnya.

Wasiat yang ketiga adalah kesombongan. Sifat sombong tentunya tidak disukai oleh siapapun. Oleh karenanya seseorang dengan sifat sombong tidak akan disukai dan bahkan akan dijauhi oleh orang lain. Hal ini dikeranakan orang sombong akan susah untuk dapat menghargai orang lain. Dia hanya dapat melihat kelebihannya sendiri tanpa menyadari kekurangan yang ada pada dirinya, dan sebaliknya dia selalu melihat kekurangan orang lain, tanpa melihat kelebihannya.

Dan wasiat keempat yang disampaikan Sayyidina Ali kepada putranya adalah paling besarnya kemuliaan seseorang itu terletak pada keindahan budi pekertinya. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhori disebutkan bahwa Rasulullah saw diutus ke muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Ini membuktikan betapa penting dan mulianya orang yang berakhlak dan berbudi baik. Masih banyak orang yang meyakini bahwa kehormatan atau kemuliaan itu boleh didapat oleh sebab kekayaan, kecerdasan dan keturunan. Mereka tidak sadar jika kekayaan ataupun kecerdasan yang tidak diimbangi dengan akhlak yang baik  akhirnya dapat menjatuhkan diri mereka sendiri ke dalam  kehinaan.

Maka, jika kita dapat menjaga empat hal tersebut, insyaallah kehidupan kita akan aman dan tentram.

Jadilah orang yang cerdas (berakal), dan janganlah jadi orang yang bodoh. Akan tetapi, meskipun engkau dikaruniani Allah kecerdasan dan akal yang sempurna, janganlah menjadi orang yang sombong, tetapi tetaplah menjadi orang yang berbudi pekerti yang mulia. 

ไม่มีความคิดเห็น:

แสดงความคิดเห็น